Proyek mata uang digital yang didukung Facebook, Diem mengumumkan penutupan dan penjualan teknologi senilai USD 182 juta atau sekitar Rp 2,61 triliun (asumsi kurs Rp 14.367 per dolar AS). Hal ini akhiri inisiatif selama bertahun-tahun yang menarik signifikan dari regulator.
Pengumuman Facebook pada 2019 tentang rencana untuk merancang mata uang digital dan sistem pembayaran menimbulkan tanda bahaya bagi pejabat keuangan global yang menyatakan rentetan kritik tentang keamanan dan keandalan jaringan pribadi.
CEO Diem Networks AS Stuart Levey menuturkan, inisiatif tersebut membuat kemajuan tetapi tetap menjadi jelas dari dialognya dengan regulator federal kalau proyek itu tidak dapat dilanjutkan.
“Selama beberapa minggu mendatang, asosiasi Diem dan anak perusahaannya berharap memulai proses penghentian,” ujar asosiasi Diem tersebut, dilansir dari Channel News Asia,dikutip Rabu (2/2/2022).
Teknologi tersebut dibeli oleh Silvergate Capital Corporation di California yang merupakan tujuan utama untuk proyek kripto dengan harga jual USD 182 juta.
Silvergate membeli infrastruktur pengembangan, penyebaran dan operasi serta alat untuk menjalankan jaringan pembayaran berbasis blockchain untuk pembayaran serta transfer kawat lintas batas.
“Saat kami melakukan upaya ini, kami secara aktif mencari umpan balik dari pemerintah dan regulator di seluruh dunia, dan proyek tersebut berkembang secara substansial dan meningkat sebagai hasilnya,” kata pernyataan asosiasi Diem.
Kurang Ambisi
Ditekan oleh kekhawatiran regulator tentang mata uang yang dikelola oleh perusahaan swasta, proyek itu sebelumnya dipercayakan kepada entitas independen yang berbasis di Jenewa.
Setelah pembelotan sejumlah mitra utama antara lain PayPal, Visa dan Mastercard, organisasi itu kurangi ambisinya sebelum ganti nama menjadi Diem pada akhir 2020.
Adapun yang disebut Stablecoin, sejenis uang digital yang terkait dengan jenis aset lain tidak pernah diluncurkan.
“Kombinasi dari penerbit stablecoin atau penyedia dompet dan perusahaan komersial dapat sebabkan konsentrasi kekuatan ekonomi yang berlebihan,” kata regulator AS dalam laporan 2021.
“Kekhawatiran kebijakan ini analog dengan yang secara tradisional terkait dengan perbankan, perdagangan dan keuntungan dalam akses kredit dan memakai data untuk memasarkan atau membatasi akses ke produk,”
Facebook yang berganti nama jadi Meta pada Oktober telah hadapi kritik atas posisi dominan yang dipegangnya online, tetapi itu bukan satu-satunya organisasi kuat yang tertarik denga crypto.
Bank sentral Eropa pada Juli resmi meluncurkan proyek percontohan untuk ciptakan “euro digital”, sebagai tanggapan atas semakin populernya pembayaran elektronik dan kebangkitan cryptocurrency.
Bank sentral juga menanggapi peningkatan permintaan untuk opsi pembayaran digital karena pemakaian uang tunai terus menurun, tren yang dipicu oleh pandemi COVID-19 dan keinginan untuk hindari kontak.
Sumber : www.liputan6.com/